23 Mei 2016

Gusdurian, Komunitas Penjaga Pemikiran Gus Dur

0

Ngaji Pluralisme Ajak Agama Lain

Momentum bulan Ramadan dimanfaatkan para pemuda yang tergabung dalam komunitas Gusdurian mengkaji pemikiran-pemikian mantan Presiden RI (alm) KH Abdurrachman Wahid. ’Pengajian’ itu tak hanya diikuti umat Islam, tapi juga dari berbagai agama. Sepanjang Juni ini, setidaknya lima kegiatan digelar dalam bentuk diskusi kritis.

Seperti kemarin (20/6), jelang buka puasa, bertempat di Kafe Pustaka Universitas Negeri Malang (UM), segenap anggota Gusdurian dan juga peserta diskusi dari berbagai universitas di Malang tampak asyik mengikuti kegiatan Santap Gagasan yang mengangkat tema Menguak Ideologi di Balik Fatwa: Kasus MUI, Muhammadiyah, dan NU.

Sebelumnya, pada Selasa (9/6), Gusdurian Malang mendapatkan tamu dari milis gerakan social change.org Dhenok Pratiwi. Bertempat di Kedai Kopi Tjangkir13, mereka mengupas tuntas mengenai kampanye online, petisi, juga gerakan-gerakan perubahan yang mungkin diwujudkan melalui kekuatan jaringan. Dilanjutkan pada Kamis (11/6), bekerja sama dengan Psyconews, Gusdurian Malang me-launching komik terbaru Aji Prasetyo, salah satu penggerak Gusdurian Malang. Bertempat di Aula Fakultas Psikologi UIN Malang, komik berjudul Teroris Visual itu tak hanya dinikmati ceritanya, tetapi juga diuraikan mengenai kritik sosial yang ingin disampaikan. Hari berikutnya Jumat (12/6), Gusdurian kembali mengadakan diskusi tokoh. Mengangkat tema Keislaman dan Keindonesiaan Gus Dur, acara dilangsungkan di Wisma Kalimetro, Merjosari.

Tak berhenti di situ, pertengahan Ramadan ini, Gusdurian akan turut andil dalam kegiatan OBOR 2. Sebuah parade dialog lintas iman yang dilangsungkan selama lima hari berturut-turut. Mengangkat tema Kalau Nggak Kenal, Gimana Bisa Damai?, dialog tersebut dilangsungkan di empat lokasi.

Diungkapkan koordinator Gusdurian Muda Malang Fauzan, kegiatan berlangsung mulai 29 Juni hingga 3 Juli mendatang. ”Lokasinya di Kecamatan Donomulyo, Pesantren Gasek, Kecamatan Wagir, dan Desa Boro,” urai dia.

Keempat lokasi tersebut dipilih karena memiliki basis keagamaan yang berbeda. Seperti di Donomulyo yang banyak penduduknya memeluk agama Kristen, begitu pula di Kecamatan Wagir dengan warga beragama Hindu, dan di Desa Boro yang banyak penduduknya memeluk agama Buddha.

Ya, komunitas ini memang banyak bergerak mengangkat isu pluralisme. Sebab, pluralisme merupakan satu perwujudan dari sembilan nilai yang menjadi perhatian utama Gus Dur. Yakni ketauhidan, kemanusiaan, keadilan, kesetaraan, pembebasan, persaudaraan, serta kesederhanaan, sikap kesatria, dan kearifan tradisi. Diungkapkan salah satu penggerak Gusdurian Malang Dr Mohammad Mahpur MSi, komunitas ini memfokuskan sinergi kerja nonpolitik praktis (politik kepartaian) pada dimensi-dimensi yang telah ditekuni Gus Dur. ”Meliputi empat dimensi besar, yakni Islam dan kaitannya dengan keimanan, kultural, negara, serta kemanusiaan,” tutur dosen Fakultas Psikologi UIN Malang tersebut.

Gusdurian berusaha agar nilai, pemikiran, dan perjuangan Gus Dur tetap hidup. ”Saat ini yang sudah cukup solid terbentuk di Malang adalah jaringan lintas agama dan jaringan budaya,” terang dia. Selain diskusi, banyak kegiatan yang telah dilakukan, di antaranya adalah mengadakan buka bersama dengan beberapa panti asuhan, mengadakan kunjungan dan dialog di gereja dan ruang publik, serta merancang sebuah buku yang berisi kumpulan pemikiran pemuda tentang perdamaian.

Contoh kegiatan yang melibatkan unsur lintas agama, adalah perayaan haul atau peringatan kematian Gus Dur. Jika haul kiai atau ulama biasanya digelar di pondok pesantren atau di masjid. Namun, khusus untuk haul Gus Dur di Kota Malang, peringatannya digelar di Gereja Katedral Katolik Santa Maria Ijen,  pada 5 Januari lalu. Dalam peringatan haul kelima tersebut, tokoh-tokoh lintas agama dari Gusdurian Malang, Pemuda Gereja Kristen Indonesia (GKI), dan Pemuda Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) menggelar acara bertajuk Mendoakan Gus Dur, Mendoakan Indonesia. ”Acara itu juga melibatkan pemuda-pemudi lintas agama mulai dari agama Islam, Hindu, Protestan, Katolik, Khonghucu, Buddha, dan juga ada Kejawen. Juga mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dari berbagai daerah di Indonesia,” papar Mahpur.

Gusdurian juga terlibat dalam aksi perdamaian seperti yang digelar di eks Bioskop Kelud pada akhir Januari lalu. ”Terbaru, kami mengadakan diskusi tentang Islamisme, Indonesianisme, dan Internasionalisme Gus Dur di Wisma Kalimetro, 12 Juni lalu,” terangnya. Keberadaan Gusdurian di Malang ini sudah menyebar dan melibatkan mahasiswa dari berbagai universitas. Di antaranya Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Ma Chung, dan lain-lain. ”Selama masih terus berkegiatan, berarti anak muda Malang masih peduli untuk menghidupkan pemikiran-pemikiran Gus Dur, terutama dalam hal perdamaian, toleransi, dan pluralitas,” pungkas dia.

Sementara itu, tentang pembentukan Gusdurian sendiri berawal dari sekelompok pemuda dengan inisiasi dari keluarga dan sahabat Gus Dur, di antaranya putri pertama Gus Dur Alissa Qotrunnada atau yang akrab disapa Alissa Wahid, 30 Juni 2010 bersepakat membentuk Komunitas Gusdurian di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Diungkapkan penggerak Gusdurian Malang Anas Ahimsa, komunitas ini diperuntukkan untuk melestarikan dan meneruskan pemikiran Gus Dur. ”Kepergian Gus Dur oleh banyak pengikutnya dinilai masih menyisakan ide-ide dan perjuangan yang layak diteruskan,” jelas Anas.

Keberadaan Gusdurian selain sebagai wadah koordinasi, juga dijadikan sarana sinergi agar ide-ide Gus Dur dapat dilanjutkan dengan baik dan teorganisasi. ”Komunitas ini murni berbicara dan bergerak atas dasar pemikiran sosial Gus Dur nonpolitik,” tegas dia.

Gerakan tersebut meluas ke berbagai penjuru Indonesia. Setidaknya 130-an komunitas Gusdurian lokal telah dirintis hingga akhir tahun 2012. Mulai Jogjakarta, Bandung, Cirebon, Jombang, beberapa kota di luar Jawa seperti Sulawesi Selatan, tak ketinggalan di Malang. ”Di Malang, keberadaan Gusdurian berkembang. Muncullah GARUDA, sebuah singkatan dari Gerakan Gusdurian Muda,” urai Anas.

Berbasis mahasiswa dan aktivis-aktivis muda, Garuda menjadi komunitas kultural yang bergerak di bidang kajian dalam bingkai spirit pemikiran dan perjuangan Gus Dur yang berbasis di Kota Malang. Terbentuk pada 2011 lalu, diinisiasi oleh para pemuda dalam forum cangkrukan warung kopi, dengan modal semangat yang sama untuk belajar menelaah pemikiran Gus Dur, meneruskan serta meneladani perjuangannya. (lil/c2/abm)


0 komentar:

Posting Komentar

http://www.resepkuekeringku.com/2014/11/resep-donat-empuk-ala-dunkin-donut.html http://www.resepkuekeringku.com/2015/03/resep-kue-cubit-coklat-enak-dan-sederhana.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/10/resep-donat-kentang-empuk-lembut-dan-enak.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/07/resep-es-krim-goreng-coklat-kriuk-mudah-dan-sederhana-dengan-saus-strawberry.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/06/resep-kue-es-krim-goreng-enak-dan-mudah.html http://www.resepkuekeringku.com/2014/09/resep-bolu-karamel-panggang-sarang-semut-lembut.html